HUKUM PERDATA
Contoh
kasus hukum perdata mengenai:
“SENGKETA
TANAH PROKIMAL(Proyek Pemukiman TNI AL)”
Nama : Novia
Santika Rosi
Kelas : 2EB13
Npm :
25211237
Sengketa tanah Prokimal (proyek
pemukiman TNI AL) meletus tahun 1998. Warga di sekitar Prokimal sering
menggelar unjuk rasa dengan cara memblokade jalur pantura (pantai utara) untuk
menuntut pembebasan lahan yang dianggap miliknya. Di lain pihak, menurut
keterangan TNI AL, lahan yang diinginkan warga itu merupakan milik TNI AL yang
diperoleh dengan pembelian yang sah tahun 1960 seluas 3.569,205 hektare yang
tersebar di dua kecamatan, yakni Nguling dan Lekok, serta di 11 desa, yakni
Desa Sumberanyar, Sumberagung, Semedusari, Wates, Jatirejo, Pasinan,
Balunganyar, Brang, Gejugjati, Tamping, dan Alas Telogo.
Saat itu tanah tersebut dibeli
seharga Rp 77,66 juta dan rencananya digunakan untuk pusat pendidikan dan
latihan TNI AL yang terlengkap dan terbesar. Karena belum memiliki dana, agar
tidak telantar, tanah tersebut dijadikan area perkebunan dengan menempatkan 185
keluarga prajurit.
Kemudian pada 1984 keluar
Surat Keputusan KSAL No Skep/675/1984 tanggal 28 Maret 1984 yang menunjuk
Puskopal dalam hal ini Yasbhum (Yayasan Sosial Bhumyamca) untuk memanfaatkan
lahan tersebut sebagai lahan perkebunan produktif, dengan memanfaatkan penduduk
setempat sebagai pekerja.
Upaya-upaya penyelesaian
sertifikasi tanah yang dilaksanakan Lantamal III Surabaya sejak 20 Januari 1986
dapat terealisir BPN pada 1993 dengan terbitnya sertifikat sebanyak 14 bidang
dengan luas 3.676 hektare. Meski demikian masih ada penduduk yang belum
melaksanakan pindah dari tanah yang telah dibebaskan TNI AL. Pada 20 November
1993 Bupati Pasuruan mengirimkan surat kepada Komandan Lantamal III Surabaya
perihal usulan pemukiman kembali nonpemukim TNI AL di daerah Prokimal Grati.
Kemudian Bupati Pasuruan mengajukan surat kepada KSAL pada 3 Januari 1998 untuk
mengusulkan bahwa tanah relokasi untuk penduduk nonpemukim TNI AL agar
diberikan seluas 500 meter persegi per KK.
Dari catatan media Surya, dalam
setahun terakhir terjadi dua kali pemblokiran jalan pantura oleh warga, yakni
14 Desember 2006 dan 10 Januari 2007. Selain itu, warga Desa Alas Telogo,
Kecamatan Lekok, memilih menempuh jalur hukum dan menggugat kepemilikan tanah
itu ke
Pengadilan Negeri
(PN) Bangil, 18 Juli 2006 lalu. Gugatan itu ditempuh 256 warga, namun mereka
dinyatakan kalah oleh PN Bangil dalam sidang 12 Maret lalu. Munculnya keputusan
tersebut membuat warga marah hingga berujung pada bentrokan dengan polisi
seusai sidang putusan. Sebelum persidangan itu, yakni pada 15 Februari,
Pangarmatim Laksda Moekhlas Sidik meresmikan Prokimal sebagai pusat latihan
tempur (Puslatpur) dan warga 11 desa yang berjumlah sekitar 5.700 keluarga
rencananya direlokasi ke bagian yang aman. “Sesuai pesan Panglima TNI, 2007 ini
lahan akan di-set up ulang sebagai pusat latihan tempur untuk meningkatkan
profesionalitas prajurit TNI AL. Untuk relokasi warga, karena ada niatan baik
dari kami, tidak akan terjadi masalah seperti saya utarakan di hadapan warga,”
kata Laksda Moekhlas Sidik saat meresmikan Prokimal sebagai Puslatpur.
Janji untuk merelokasi warga
kemudian diwujudkan, dan 360 hektare tanah diberikan kepada warga di 11 desa
yang ditempatkan di luar sabuk batas tempat latihan tempur.
“Sesuai Keputusan
KSAL, lahan Prokimal dijadikan pusat latihan tempur dan 5.702 rumah direlokasi
di luar garis latihan. Setiap rumah diberi tanah 500 meter persegi sekaligus
bentuk pelepasan dari inventarisasi kekayaan negara (IKN) AL. Untuk biaya
relokasi, TNI AL dan Bupati akan mengusulkan kepada pimpinan masing-masing,”
tandas Moekhlas Sidik didampingi Bupati Pasuruan Jusbakir Aldjufri kepada
wartawan seusai bertemu dengan 11 kepala desa mewakili warga di lahan Prokimal
Grati, 22 Maret lalu.
Selain itu, TNI AL
juga memberikan tambahan lahan sebesar 20 persen untuk pemenuhan fasilitas
umum. Dengan adanya keputusan ini, diharapkan masyarakat tidak resah karena
jaminan keamanan tidak terkena peluru nyasar serta adanya keputusan hukum atas
tanah yang dimilikinya.
Upaya relokasi
warga 11 desa ini disambut positif Pemkab Pasuruan, bahkan Pemkab mengusulkan
anggaran untuk relokasi itu ke pemerintah pusat ditambah dengan anggaran dari
APBD Kabupaten Pasuruan.
Meski TNI AL memberikan tanah
seluas 360 hektare kepada warga 11 desa, namun para kepala desa saat itu tidak
berani menerimanya dan hanya akan menyampaikan lebih dulu kepada warga.
Alasannya, lahan 500 meter persegi dianggap kurang untuk memenuhi kebutuhan
warga.
Di tengah upaya
penyelesaian sengketa kasus tanah dengan jalan damai itulah, tiba-tiba terjadi
insiden antara Marinir dengan warga Rabu (30/5), yang menyebabkan empat warga
tewas dan enam lainnya luka-luka.
Sengketa masalah tanah antara
warga dengan TNI di Kabupaten Pasuruan bukan hanya terjadi di lahan Prokimal,
Grati. Di Raci, Kecamatan Bangil, juga terjadi kasus sengketa tanah serupa
antara warga dengan TNI Angkatan Udara (AU). Namun dalam kasus Raci ini, pihak
TNI AU telah memberikan lampu hijau untuk pengelolaan lahan dengan porsi 60:40
untuk TNI AU dan warga Desa Raci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar